Kisah Renungan "Jangan Benci Aku Mama"
“Dua puluh tahun yang lalu aku melahirkan seorang anak laki-laki dan suami-ku memberi nama ia Erik.
Aku dan suami-ku begitu bahagia namun ternyata anak-ku mengalami keterbelakangan mental.
Melihat keadaan anak-ku, aku berniat memberikannya kepada orang lain atau dititipkan dipanti asuhan agar tidak membuat malu keluarga kelak.
Namun suami-ku mencegah niat buruk itu.
Akhirnya dengan terpaksa ku besarkan juga Erik anak-ku..”
“Ditahun kedua setelah Erik dilahirkan, aku dikaruniai seorang anak perempuan cantik yang mungil, ku beri nama Angel.
Aku sangat menyayangi Angel,
demikian juga suami-ku.
Sering kali kami mengajaknya pergi ketaman hiburan, dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikiannya dengan Erik.
Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut.
Suami-ku sebenarnya sudah berkali-kali berniat membelikan baju baru untuk Erik, namun aku melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga.
Entah kenapa aku begitu benci melihat Erik hingga tak sedikit-pun aku merasa peduli denganya..”
“Saat usia Angel 2 tahun, suami-ku meninggal dunia.
Erik ketika itu berusia 4 tahun.
Keluarga kami menjadi semakin miskin, dengan hutang yang semakin menumpuk.
Akhirnya aku mengambil keputusan yang membuat-ku menyesal seumur hidup.
Aku pergi meninggalkan kampung halaman-ku bersama Angel, dan meninggalkan Erik yang sedang tertidur lelap kala itu..”
“Setelah meninggalkan kampung halaman, aku memilih tinggal disebuah rumah kecil, sisa menjual tanah untuk membayar utang aku dan suami-ku dulu..”
“10 tahun berlalu sejak kejadian itu....”
“Kini aku telah menikah kembali dengan seorang pria dewasa yang mapan bernama Beni.
Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima.
Berkat suami-ku, aku mampu menghilangkan sifat-sifat buruk-ku yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah menjadi lebih sabar dan penyayang..”
“Angel kini telah berumur 12 tahun.
Dan ia kami sekolahkan disebuah sekolah perawatan.
Tidak ada lagi yang ingat tentang Erik, dan tiada lagi yang mengingatkannya.
Sampai suatu malam, aku bermimpi tentang seorang anak.
Wajahnya tampan, namun tampak pucat sekali.
Ia melihat kearah-ku, sambil tersenyum ia berkata;
“Tante, tante.. Kenal mama saya? Saya rindu sekali dengan Mama”.
Setelah berkata demikian ia mulai berakjak pergi, namun aku menahannya,
“Tunggu..., sepertinya aku mengenal-mu. Siapa nama-mu anak manis..?”
“Nama saya Erik, Tante..!”
“Erik.?! Erik... Ya Tuhan! engkau benar-benar Erik..?”
Aku langsung tersentak terbangun.
Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa-ku saat itu juga.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dahulu, seperti sebuah film yang diputar dikepala.
Baru sekarang aku menyadari betapa jahatnya perbuatan-ku.
Rasanya seperti ingin mati saat mengingat itu.
Rasa bersalah mengahantui jiwa hingga tinggal seinci jarak pisau akan aku goreskan kepergelangan tangan, bayang Erik kembali terlintas dan berkata “Mama, Jemput Erik yah Ma, Erik Rindu Mama..”
Aku tersadar dalam derai jiwa sesal-ku.
“Tunggu Mama Nak, Mama akan menjemput Erik, Maafkan Mama Nak..” ucap jiwa sesal ketika itu.
Sore itu juga aku memarkir mobil biru-ku disamping sebuah gubuk, bersama suami-ku yang masih merasa heran dengan sikap-ku.
Suami-ku berkata:
“Maryam, apa yang sebenarnya terjadi..?”
Sambil menangis terisak-isak aku berkata:
“Suami-ku, engkau pasti akan sangat membenci-ku setelah aku ceritakan hal yang telah ku lakukan dulu..”
Tuhan begitu baik kepada-ku memberikan aku Suami-ku begitu baik dan pengertian, setelah tangis-ku reda, aku-pun keluar dari mobil diikuti oleh suami-ku dari belakang.
Mataiku menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dihadap-ku.
Betapa ku ingat, gubuk ini pernah aku tempati beberapa tahun lamanya dan Erik.....Erik....
Aku meninggalkan Erik disana 10 tahun yang lalu.
Dengan perasaan sedih aku-pun berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu.
Gelap sekali....
Tidak terlihat sesuatu apa-pun!
Perlahan mata-ku mulai terbiasa dengan kegelapan ruangan kecil itu.
Namun aku tidak menemukan siapa-pun juga didalamnya.
Hanya ada sepotong kain butut tergeletak dilantai tanah.
Ku amati kain itu.
Mata-ku mulai berkaca...
Aku mengenali betul potongan kain tersebut, itu bekas baju butut yang dulu dikenakan Erik sehari-hari.
Aku bertanya dalam Hati “Dimana engkau Nak..? Mama disini, maafkan Mama, Mama ingin menjemput-mu Anak-ku..”
Dari luar terdengar suara langkah kaki..
Aku bergegas mengejar langkah itu.
Namun ia bukan-lah Erik, ternyata ia adalah seorang wanita tua.
“Heii...!! Siapa kamu..? Mau apa kamu kemari.?” Tanya Wanita tua itu.
Dengan memberanikan diri aku bertanya kepada nya:
“Ibu.. Apakah ibu kenal dengan seorang anak yang bernama Erik yang dulu tinggal disini..?”
Tiba-tiba ia menjawab:
“Kalau engkau Ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk.! Tahukan kamu 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya disini, Erik tiada henti memanggil nama-mu “Mama...,Mama...MaaaMaa” Karena tidak tega saya memberinya makan dan mengajaknya tinggal bersama saya. Saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu..!!
Tiga bulan yang lalu Erik meninggal, ia meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis selama bertahun-tahun untuk menulis ini untuk-mu..!” Kata Wanita tua itu sambil menyodorkan secarik kertas itu.
Aku-pun membaca isi dari tulisan itu:
(“Mama.. mengapa Mama tidak kembali lagi...? Mama benci yah sama Erik..? Ma.... biar-lah Erik yang pergi saja, tapi Mama harus berjanji kalau Mama tidak akan benci lagi sama Erik..
Ma.. Erik rindu Mama.. Erik sayang Mama...”
(TANGISAN RINDU)
♥ ____________________ ♥
Tweet |