Kapan waktu suci dari haid? Wanita yang haid kembali wajib melaksanakan shalat jika telah melihat tanda suci. Ibnu Abbas radhiyallahuma berkata,
إِذَا رَأَتِ الدَّمَ الْبَحْرَانِىَّ فَلاَ تُصَلِّى وَإِذَا رَأَتِ الطُّهْرَ وَلَوْ سَاعَةً فَلْتَغْتَسِلْ وَتُصَلِّى
“Apabila wanita itu melihat darah yang kental (yakni darah haid) maka
janganlah ia shalat, dan apabila ia melihat (tanda) suci, meskipun hanya
sesaat hendaklah ia mandi dan melakukan sholat.” [HR. Abu Daud, Shahih
Sunan Abi Daud: 287]
Berdasarkan riwayat di atas :
- Jika seorang wanita haid telah suci sesaat sebelum waktu sholat berikutnya hendaklah ia segera bersuci dan melakukan sholat.
- Jika ternyata waktu untuk bersuci tidak cukup sampai waktu sholat
habis hendaklah ia tetap bersuci dan mengqodho’ sholatnya terlebih
dahulu sebelum melakukan sholat berikutnya.
Hal ini dipertegas dalam riwayat berikut,
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ جَاءَ
يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ
كُفَّارَ قُرَيْشٍ قَالَيَا رَسُولَ اللهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ
حَتَّى كَادَتِ الشَّمْسُ تَغْرُبُ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
وَاللَّهِ مَاصَلَّيْتُهَا فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ فَتَوَضَّأَ
لِلصَّلاَةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ
الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَاالْمَغْرِبَ
“Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma, bahwasannya Umar bin
Khattab radhiyallahu’anhu datang pada hari peperangan Khandaq setelah
matahari akan tenggelam, lalu beliau mulai mencerca orang-orang kafir
Quraisy (karena menyebabkan para sahabat terlambat sholat ashar), beliau
berkata: “Wahai Rasulullah, aku belum melakukan sholat ashar padahal
matahari hampir tenggelam.” Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Aku pun belum sholat ashar.” Maka kami bangkit menuju lembah buthan, lalu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berwudhu untuk sholat, kami pun ikut
berwudhu, lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melakukan sholat
ashar setelah matahari terbenam (di waktu maghrib), kemudian setelah
itu beliau sholat maghrib.” [HR. Al-Bukhari]
Hadits di atas menunjukkan bahwa mengqodho’ sholat hendaklah dilakukan
segera, tidak perlu menunggu waktu sholat di hari berikutnya, dan
hendaklah tetap dikerjakan sesuai urutan sholat, dalam hadits di atas
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengqodho’ sholat ashar di waktu
maghrib, dan beliau mengerjakan ashar terlebih dahulu kemudian maghrib.
Hal ini juga berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa lupa satu sholat atau tertidur darinya maka kaffarahnya
hendaklah ia segera melakukan sholat ketika ia ingat.” [HR. Muslim]
Beberapa Faidah :
1. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa tidak dibenarkan melakukan tayammum hanya karena waktu sholat sudah mau habis.
2. Jika seorang sengaja meninggalkan sholat sampai waktunya habis maka tidak sah qodho’ sholatnya menurut pendapat yang paling kuat
insya Allah ta’ala, karena qodho’ hanya dibolehkan bagi yang tidak
sengaja, seperti lupa atau tertidur. Dan tidak ada dalil yang membolehkan
qodho’ sholat (maupun puasa) yang ditinggalkan dengan sengaja.
3. Jika seorang wanita telah memasuki waktu sholat lalu ia menunda-nunda
sholat tanpa udzur, sampai akhirnya ia mendapatkan haid sebelum
berakhir waktu sholat maka wajib atasnya mengqodho’ sholatnya jika telah
suci. Adapun jika ia menundanya bukan karena kesengajaan maka ia tidak
perlu mengqodho’nya, demikian fatwa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah yg
terekam dalam Nur ‘alad Darbi.
(Ustadz Sofyan Chalid Ruray)